Pecah Rekor Tahun 2022 Kota Metro Catatkan Presentase Penduduk Miskin Terendah Sejak Tahun 2005

Presentase penduduk miskin di Kota Metro mengalami fluktuasi sejak tahun 2005. Patut diapresiasi, pasalnya pada tahun 2022 presentase penduduk miskin Kota Metro justru terendah sejak tahun 2005.

Presentase penduduk miskin Kota Metro ini dicatatkan dalam data BPS, melalui laman lampung.bps.go.id, bahwa tahun 2005 9,86%, tahun 2006 11,92%, tahun 2007 11,53%, tahun 2008 11,53%, tahun 2009 11,53%, tahun 2010 13,77%, tahun 2011 12,90%, tahun 2012 12,09%, tahun 2013 11,08%, tahun 2014 10,82%, tahun 2015 10,29%, tahun 2016 10,15%, tahun 2017 9,89%, tahun 2018 9,14%, tahun 2019 8,68%, tahun 2020 8,47%, tahun 2021 8,93% dan pada tahun 2022 kemarin hanya tercatat 7,87% artinya terendah sejak 18 tahun yang lalu tepatnya tahun 2005.

 

Selain itu capaian terendah ini juga patut diapresiasi, karena berada pada posisi di bawah presentase penduduk miskin nasional yaitu 9,54% maupun provinsi yaitu 11,57%.

Pecah Rekor Tahun 2022 Kota Metro Catatkan Presentase Penduduk Miskin Terendah Sejak Tahun 2005
Pecah Rekor Tahun 2022 Kota Metro Catatkan Presentase Penduduk Miskin Terendah Sejak Tahun 2005

Presentase penduduk miskin Kota Metro tahun 2022 terendah ketiga se Provinsi Lampung, dimana terendah pertama ditempati Kabupaten Mesuji dengan nilai 6,84%, terendah kedua disusul Tulang Bawang Barat 7,44% dan Koya Metro 7,87%. Demikian pula penduduk miskin ekstrem Kota Metro tahun 2022 menduduki peringkat terendah kedua sebesar 0,83% setelah Kabupaten Mesuji sebesar 0,38% dari jumlah penduduk.

 

Sementara itu untuk menentukan presentase penduduk miskin sendiri melihat ambang batas dari garis kemiskinan, yang ditentukan dengan pemenuhan kebutuhan dasar makanan dan non makanan setiap individu. Seseorang dianggap miskin jika kurang bisa memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non makanan di suatu tempat yang didiaminya. Ambang batas garis kemiskinan sendiri setiap daerah berbeda-beda karena melihat beberapa faktor seperti harga kebutuhan dasar, rata-rata konsumsi suatu daerah dan rata-rata pengeluaran per kapita sebulan.

 

“Kalau BPS melihat dari dua macam pengeluaran, kita melihat dari pengeluaran makanan dan non makanan, untuk pengeluaran makanan itu kita melihat dari kalori minimal 2100 kalori, jadi kita ini menghitungnya kebutuhan dasar yang harus dipenuhi manusia, kemudian yang non makanan sandangnya papannya, minimal yang bisa dipenuhi seorang manusia untuk hidup layak, kemudian kita hitung, kemudian digabung makanan dan non makanan, itulah keluar garis kemiskinan, dan apabila hasilnya di bawah garis kemiskinan, maka ia dikatakan miskin,” kata Kepala BPS Metro, di ruang kerjanya Selasa (16/08/2023).

 

Ia menjelaskan, garis kemiskinan setiap kabupaten atau kota tentunya berbeda karena melihat harga dan kemampuan seseorang memenuhi kebutuhan hidup ketika mendiami suatu tempat.

 

Menurutnya, untuk menentukan garis kemiskinan juga menggunakan survei sosial nasional yang dilakukan setahun dua kali. Yaitu setiap bulan Maret dan September, untuk survei Maret akan keluar hasilnya pada bulan September, sedangkan survei bulan September hanya untuk memenuhi angka provinsi.

 

Sebagai informasi bahwa untuk mengukur tingkat kemiskinan suatu Daerah atau wilayah tidak tepat bila menggunakan indikator nilai PDRB total. Karena nilai PDRB atau Produk Domestik Regional Bruto digunakan untuk melihat tingkat perekonomian suatu wilayah. PDRB adalah indikator makro ekonomi yang digunakan untuk mengukur nilai tambah semua barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi atau unit-unit kegiatan di suatu daerah dalam periode tertentu, biasanya dalam satu tahun ataupun triwulan. PDRB bukan untuk mengukur status sosial penduduk kategori miskin.

 

Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) suatu Daerah rendah namun tingkat kemiskinannya juga rendah:

 

1. Komposisi sektor ekonomi: Komposisi sektor ekonomi yang didominasi oleh sektor pertanian atau sektor informal dapat menyebabkan PDRB rendah. Namun, jika sektor tersebut mampu memberikan cukup lapangan kerja bagi penduduk, maka dapat mengurangi tingkat kemiskinan.

 

2. Distribusi pendapatan yang lebih merata: Meskipun PDRB rendah, jika pendapatan didistribusikan secara merata di daerah tersebut, maka kemungkinan besar tingkat kemiskinan juga rendah. Pendapatan yang merata dapat mengurangi kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin. Distribusi pendapatan suatu Daerah dapat diukur dengan menghitung Indeks Gini Rasio.

 

3. Aksesibilitas dan ketersediaan sumber daya: Ketersediaan sumber daya alam atau infrastruktur yang baik, seperti jalan, listrik, air bersih, dan akses ke pasar, dapat memberikan peluang yang lebih besar bagi penduduk untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Ini bisa berdampak pada peningkatan pendapatan dan penurunan tingkat kemiskinan, meskipun PDRB rendah.

 

4. Program bantuan sosial dan kesejahteraan: Adanya program bantuan sosial yang efektif dan kebijakan kesejahteraan sosial yang baik dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan, terlepas dari tingkat PDRB. Program-program pemberdayaan ini dapat memberikan bantuan langsung kepada mereka yang membutuhkan, seperti bantuan tunai, pangan, layanan kesehatan, pendidikan, atau pelatihan kerja. Intinya bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin.

 

Perlu diingat bahwa hubungan antara PDRB dan tingkat kemiskinan sangat kompleks dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi, sosial, politik, dan kebijakan yang ada di suatu wilayah. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *